Rabu, Desember 23, 2009

serangan fajar

Sejarah.Monjali.blog. Perjanjian Renville ternyata tidak berhasil menyelesaikan sengketa Indonesia Belanda. Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agreasi Militer kedua untuk merebut Ibukota RI Yogyakarta. Pagi itu pesawat-pesawat terbang Belanda menyerang Pangkalan Terbang Maguwo dan menerjunkan pasukan-pasukan payung (spesialis troepen). Perlawanan yang dipimpin Kadet Udara Kasmiran, Sersan Mayor Tanumiharjo dan Kopral Tohir yang bertugas piket bersama anak buahnya dan bantuan dari peleton W Djendro Kompir Thomas Rahadjo di Sorogenen dan Sambilegi Depik selama kurang lebih 1 jam gagal mempertahankan lapangan terbang Maguwo, mereka gugur dan tepat pukul 7.00 Tentara Belanda berhasil menduduki lapangan terbang Maguwo.

Pukul 09.00 WIB, pada hari minggu, 19 desember 1948, dalam suasana yang genting akibat serbuan Tentara Belanda ke ibukota RI Yogyakarta, Panglima Beasar Jenderal Soedirman menghadap Presiden di Istana Kepresidenan. Walaupun masih dalam keadaan sakit, Jenderal Soedirman masih tetap berte3kad memimpin TNI/Gerilyawan di luar kota untuk melaksanakan perang gerilya.

Dalam sidang darurat Kabinet RI tanggal 19 Desember 1948 diputuskan bahwa Pimpinan Pemerintah akan tetap tinggal di dalam kota. Pada hari itu juga Presiden Soekarno, Wakil Presiden dan beberapa Pejabat lailnnya tertawan Belanda. Pada tanggal 22 Desember 1948 mereka diterbangkan dari pangkalan udara Maguwo, diasingkan ke Bangka adalah Bung Hatta, Suryadarma, H. Agus Salim dan tokoh tokoh yang lain. Sementara itu Bung Karno dan Syahrir diasingkan ke Brastagi Sumatra Utara.

Untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perdebatan di Dewan Keamanan PBB, dan memperlihatkan ke dunia luar bahwa RI dan TNI masih utuh, maka atas kebijaksanaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Menteri Koordinator Keamanan mengusulkan Serangan serentak waktu siang hari terhadap kedudukan Belanda di dalam kota Yogyakarta. Rencana ini dikoordinasikan dan disetujui oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Sedangkan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada Letnan Kolonel Soeharto selaku komandan Werhkeris III. Serangan itu dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 dan dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret enam jam di Yogyakarta. Berbeda dengan serangan sebelumnya, serangan ini dilancarkan siang hari mulai pukul 06.00 bertepatan dengan sirene tanda berakhirnya jam malam dan diakhiri pukul 12.00. pertempuran terjadi di seluruh kota. Dalam pertempuran di jalan Pangurakan (jalan Trikora) dekat alun-alun utara, pasukan TNI dan Gerilyawan dipimpin oleh Mayor Sadjono berhasil membungkam kedudukan Belanda di Benteng Vredeburg, Kantor Pos dan Gedung Agung.

Serangan serangan gerilya TNI yang meningkat dan mencapai puncaknya dalam serangan Umum 1 Maret 1949, memaksa Belanda untuk membuka kembali perundingan dengan pemerinah Indonesia. Perundingan diadakan di Hotel Des Indes, Jakarta di bawah pengawasan UNCI (United Nations Commission for Indonesia). Tanggal 7 Mei 1949 ditandatangani perjanjian atau persetujuan yang disebut Roem Roijen Statement. Belanda akan mengembalikan pimpinan pemerintah RI ke Yogyakarta dan bersedia mengadakan Konferensi Meja Bundar. MERDEKA.!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar