Kamis, Desember 09, 2010

wayang wahyu


AKULTURASI BUDAYA JAWA-EROPA DALAM FIGUR WAYANG WAHYU “NGAJAB RAHAYU” SURAKARTA


Penelitian ini termasuk penelitian Pengembangan Kelembagaan dengan kajian di bidang seni dan budaya. Wayang sebagai seni pedalangan dan drama tradisional Indonesia (Jawa) bersifat kompleks dan sudah dikenal sejak masa purbakala (+ 1500 SM). Wayang menggambarkan sikap animisme berupa pemujaan kepada roh nenek moyang (hyang/dahyang) berwujud siluet gambar dua dimensi. Wayang menjadi mahakarya pertunjukan seni yang komplit dan rumit telah memperkaya khasanah keaneka ragaman wayang yang terus berkembang di Indonesia (khususnya Jawa dan Bali) dan telah memiliki hampir 60 jenis wayang. Kesenian wayang sudah diakui UNESCO tanggal 7 November 2003 sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity yang memiliki nilai estetika, etika dan budaya indah dan sangat berharga dalam proses pembangunan karakter bangsa. 
Komunitas Kristiani di abad ke-20 berhasil menciptakan wayang kulit dengan tata rupa cenderung lebih "realis." Pemrakarsanya Br. Timotheus Wignjosoebroto FIC, sedangkan wayangnya dibuat oleh Rusadi Wijoyosawarno pada tahun 1957-1959. Pemikiran dan religiusitas Br. Timotheus tersebut tidak lepas dari upaya mengajarkan dan memahamkan ajaran Katolik dalam konteks seni budaya Jawa. Persepsi bahwa agama Katolik sebagai agama Eropa perlu disosialisasikan sebagai bagian dari suatu transformasi agama baru yang bernafaskan budaya Jawa seperti pada agama-agama sebelumnya (masa Hindu-Islam).
  Akulturasi dan difusi budaya menjadikan wayang wahyu menjadi suatu media yang tepat untuk memperkenalkan ajaran Katolik sebagai tatanan dan tuntutan baru kehidupan beragama dalam masyarakat. Gagasan ini direalisasikan dengan membuat wayang yang didesain mirip wayang purwa tetapi memiliki karakteristik penokohan/rupa manusia sebenarnya (realistis) dengan cerita dari Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru yang memiliki corak budaya Eropa/barat. Berdasarkan latar belakang masalah tentang proses akulturasi budaya Jawa dan budaya Eropa pada figur wayang wahyu maka permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana akulturasi budaya Jawa-Eropa dalam figur wayang wahyu?
b. Bagaimana perkembangan wayang wahyu sebagai media sosialisasi nilai budaya Jawa-Eropa?
  Wayang Wahyu dirancang untuk mendekatkan keimanan Katolik dengan kebudayaan Jawa sebagai realisasi pendekatan ajaran Kristiani dengan muatan lokal (kesenian tradisional/Jawa) yang justru melahirkan akulturasi budaya. Corak dan warna wayang tersebut memberi pemahaman agama dalam bingkai kosmologi dan pola kehidupan Jawa dengan bahasa Jawa sebagai media transformasinya. Pencitraan figur wayang wahyu tidak lepas dari konsep dasar wayang kulit (purwa) umumnya, tetapi memiliki karakteristik khusus melalui penggambaran figur manusia realistis dalam dua dimensi dengan ciri “rupa wong” (bermuka Eropa/barat).
  Perbedaan mendasar wayang wahyu terdapat pada sistem pakeliran padat seperti panggung/teater barat tetapi sarat dengan model pakeliran dan perangkat gamelan Jawa. Perupaan Wayang Wahyu menjadi persoalan dilematis, antara setengah boneka, wayang dan setengah gambar manusia realistis berwajah Eropa. Wayang Wahyu menjadi fenomena desakralisasi lambang karena figur tokohnya lebih condong sebagai media pewartaan iman saja dalam bentuk kesenian wayang. Keterbukaan sikap dan struktur budaya masyarakat Jawa dalam menerima budaya luar/asing mencerminkan bahwa budaya Jawa dapat berevolusi dan berakulturasi. Tema bebas yang diambil dari Alkitab tersebut mendorong pagelaran wayang wahyu dapat mengupas dan menguraikan firman/wahyu dalam Alkitab sesuai dengan kebutuhan. Rambu-rambu pewartaan iman tetap dipegang teguh oleh para dalang setelah dikonsultasikan dengan pihak gereja karena alur cerita tersebut harus sesuai dengan Alkitab dan untuk menghindari adanya proses salah penafsiran pasca pementasan. 
  Perangkat pagelaran wayang wahyu juga memiliki unsur hampir sama dengan wayang purwa, yaitu unsur (1) perangkat wayang; (2) dalang; (3) niyaga; (4) waranggana, yang tidak harus selalu berbusana Jawa seperti pada wayang purwa; dan (5) iringan gending gamelan baik laras pelog maupun slendro, yang lagu-lagunya merupakan campuran iringan gending rohani maupun umum. Sedangkan alur atau sistematika pementasan wayang wahyu memiliki unsur (1) Lakon; (2) Catur; (3) Pocapan; (4) Ginem; (5) Sabet; (6) Iringan; dan (7) Gending. Sedangkan struktur dramatik dalam wayang wahyu pada awalnya mengikuti konsepsi wayang purwa yaitu ada adegan (1) dudut kayon/permulaan; (2) pertengahan; dan (3) akhir/penutup/tancep kayon. Perkembangan selanjutnya, unsur struktur dramatic wayang wahyu tidak lagi seperti wayang purwa sehingga memiliki ciri khas sendiri. Hal ini dapat dilihat pada tiap-tiap adegan digarap lebih inovatif dan variatif.
  Pola pementasan baru ini mendorong wayang wahyu lebih memprioritaskan setiap adegan dari lakon yang disampaikan dalang. pada adegan “goro-goro” atau lelucon dengan menampilkan figur “Limbuk-Cangik” sebagai adegan lucu-lucuan yang memuat materi pesan kepada instansi-instansi terkait. Adegan “goro-goro” ini akhir terkesan terpisah dari cerita utama karena pada adegan “goro-goro” terlihat keluar dari pakem wayang purwa yang tetap sesuai dengan materi lakon utamanya. Pengaruh kebudayaan spiritual Kristen terhadap masyarakat Jawa dapat dilihat pada konsepsi Trinitas ajaran keimanan kepada Tuhan. Konsepsi trinitas dalam kebudayaan Jawa telah dipahami sebagai dasar kehidupan bermasyarakat untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan kosmologi alam sekitarnya.
  Kesenian wayang sebagai salah satu wujud kesenian masyarakat, khususnya Jawa menjadi simbol komunikasi dan tuntutan konsepsi kehidupan. Inkulturasi dan apresiasi budaya Jawa terhadap pengaruh budaya asing/Eropa (Kristen) sesuai pencitraan pemahaman bahwa agama Katolik/Kristen tidak semata sebagai agama Barat/Eropa tetapi juga memberikan tuntunan dan tontonan yang sama seperti wayang lainnya. Wayang Wahyu menjadi bingkai adaptasi dan toleransi budaya agar eksistensi gereja tidak menjadi jauh dari masyarakat lingkungan Jawa. Kehadiran sinden/waranggana dalam wayang wahyu lebih memegang peranan berat daripada sinden pada wayang purwa. Peran penting sinden ini memberikan nilai lebih pada nuansa budaya Jawa bahwa masyarakat Jawa untuk memberikan siraman rohani bersifat religius magis yang mampu mengantarkan penonton menemukan jatidirinya sebagai manusia Jawa. 
  Pakeliran Wayang Wahyu tidak membuka kemungkinan untuk mengadakan tafsir othak-athik-gathuk dalam mengartikan sesuatu sebagai sebuah lambang, karena semua implikasinya harus berdasar pada Kitab Suci/Alkitab. Wayang wahyu yang berkembang di Surakarta ini memiliki fungsi sosial dan ritual keagamaan. Pementasan wayang wahyu “Ngajab Rahayu”Surakarta dari YPL menjadi media sosialisasi nilai budaya Eropa-Jawa dan sebagai media pewartaan iman untuk menanaman nilai budaya Eropa dalam bingkai kesenian budaya Jawa.  

keheningan...

bandungan.blog.desb.2010.Marilah kita melaksanakan kata-kata Nabi, pikirku: aku hendak menjaga diri, jangan aku berdosa dengan lidahku, aku hendak menahan mulutku. Aku membisu, aku direndahkan dan tutup mulut tentang hal yang baik. Dengan itu Nabi mau menunjukkan, bahwa demi semangat diam kadang-kadang orang harus diam bahkan dari percakapan yang baik. Apalagi percakapan yang buruk jelas harus dilarang berhubung dengan hukuman dosa. Oleh sebab itu, bahkan untuk percakapan yang baik, saleh dan membangun, kepada murid yang sempurna hendaknya izin bicara jarang diberikan, agar mereka dapat membina semangat diam dengan sungguh-sungguh. Sebab ada tertulis, di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran. Dan di tempat lain, hidup dikuasai lidah dan mati dikuasai lidah. Sebab bicara dan mengajar adalah tugas guru, sedangkan murid diharapkan diam dan mendengarkan. Oleh sebab itu, bila ada sesuatu yang perlu ditanyakan kepada pembesar, hendaknya ditanyakan dengan rendah hati sepenuhnya dan dengan tunduk hormat. Adapun mengenai lelucon yang kasar, omong kosong dan kata-kata yang membangkitkan ketawa, kami mengecamnya sebagai hal yang harus disingkirkan di mana-mana untuk selama-lamanya. Kami tidak mengizinkan murid membuka mulut untuk percakapan seperti itu (teks RB bab 6).

Keheningan “tata lahir” dan “tata batin”
Akar kata “hening”, kata keheningan memiliki dua arti yakni keheningan external dan keheningan internal. Keheningan external (tata lahir) merupakan sarana untuk masuk kedalam keheningan internal (tata batin). Kiranya perlu memperhatikan tujuan atau motivasi menghayati keheningan external, agar sebagai sarana, keheningan external dapat sungguh-sungguh mengantar diri kita kedalam keheningan tata batin (dalam lubuk hati yang paling dalam). Keheningan internal merupakan suatu rahmat Allah yang tidak tergantung pada semata-mata sarana keheningan external. Keheningan external hanya sebagai “jalan” menuju kepada keheningan internal. Keheningan yang sejati selalu memberikan buah-buah rohani, baik itu bagi yang mengalami maupun terhadap lingkungan dimana kita berada. Ada baiknya kita melihat secara sangat umum tentang keheningan tata lahir dan tata batin.

Sinonim keheningan
Kata keheningan berasal dari kata “hening” yang memiliki arti sinonim “bening, bersih, jernih, diam, senyap, sunyi”. Untuk memahami makna keheningan, perlu diuraikan satu persatu makna dari tiap arti kata sinonim yang berkaitan erat dengan silensium, sbb:
Bening: jernih, suci, jelas, terang
Bersih: jernih, rapi, murni, suci, tidak bernoda, tulus, iklas
Jernih: bening, bersih, suci, tenang
Diam: tidak berbunyi, tidak berkata-kata, tidak bersuara, bungkam, senyap
Senyap: bungkap, diam, tidak berkata-kata, sunyi, lengang, sepi, sengap
Sunyi: tidak ada bunyi, hening, senyap, sepi, lengang, kosong, tidak ramai
Dari arti kata sinonim keheningan yang disebutkan diatas dapat diketahui bahwa kata hening atau keheningan memiliki arti yang sangat luas dan mendalam. Ada dua pengertian yang disimpulkan, 1). Keheningan menunjuk pada suatu lingkungan jauh dari keributan, suatu tempat yang sepi, tenang, tidak ada suara yang dapat didengar. Di dalamnya orang tidak berbicara atau tidak membuat keributan dan berada sendirian, tidak ada orang lain. Hal ini dapat dilihat dari arti diam, senyap, sunyi. Maka dalam arti ini, keheningan merupakan keheningan external. 2). Arti yang kedua, keheningan menunjuk pada suasana batin atau hati yang tenang dan penuh kedamaian, bebas dari kekacauan. Hal ini dapat dilihat dari arti kata bening, bersih, jernih. Dalam arti ini keheningan disebut keheningan internal.

Keheningan “tata lahir”
Sebagaimana dikatakan, keheningan external menunjuk pada situasi lingkungan yang jauh dari hiruk pikuk keramaian yang berada di sekitar kita (bunyi mesin pabrik, bunyi motor, kereta api dll). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam keheningan external yakni, 1). Sebagai sarana dan perlunya melihat tujuan mengapa kita perlu memperhatikan dan melatih untuk silensium dalam waktu-waktu tertentu. Hal ini diperlukan agar dimampukan untuk “memasuki keheningan batin bersama dan di dalam Tuhan”. 2). Keheningan external sungguh-sunguh dapat menjadi sarana untuk memasuki keheningan internal, sejauh diperhatikan motivasi untuk memasuki keheningan internal. Satu-satunya motivasi (tujuan) yang memungkinkan keheningan external menjadi sarana untuk memasuki keheningan internal yaitu untuk “bertemu-menyatu” dengan Tuhan, sehingga dimungkinkan adanya relasi pribadi dengan Tuhan. Dan pada akhirnya “perjumpaan” dan relasi pribadi dengan Tuhan menjadi dasar untuk “berkomunikasi, berjumpa, bersahabat” dalam menjalin relasi dengan sesame.
Hal yang amat kongkrit, akan tampak pada saat kita harus bekerja sama dengan orang lain, apakah kita bertindak dari sebuah pengalaman batin atau semata-mata manusiawi belaka. Artinya kalau saya cocok ya okey, namun kalau tidak senang kita hindari. Smentara orang orang disekitar kita mengalami kesepian dan mereka meciptakan suasana untuk memecahkan rasa kesepian, karena ketidak hadiran orang lain. Hal ini dikatakan oleh Thomas Merton (1915-1968), seorang rahib asal Pertapaan Getsemany (AS), yang perlu diketahui untuk masuk ke dalam keheningan bukan menghindarinya, sbb:
1). Mereka melakukan segala sesuatu, agar dapat menghindari diri dari kesepian atau suasana sepi. Bahkan yang lebih buruk, mereka berusaha menarik narik setiap orang lain ke dalam kesibukannya yang tidaka henti dan yang menenggelamkan mereka dalam kesibukan tersebut. Mereka menjadi penggerak (provokator) yang ulung untuk kegiatan kegiatan tiada arti. Mereka berbicara lebih dari setengah jam dalam telepon, berkumpul dalam sebuah ruangan dimana mereka akan memenuhi udara dengan asap rokok sambil ngobrol serta teuk tangan, bersorak sorai penuh dengan suasana duniawi begitu meriah.
2). Kita harus ingat bahwa, kita mencari keheningan agar tumbuh dalam cinta kesatuan dalam Yesus dan kepada sesame. Kita pergi ke pang gurun yang sunyi, bukan untuk melarikan diri dari masyarakat tetapi elajar bagaimana menemukan mereka; kita tidak meninggalkan mereka agar tidak melakukan apapun terhadap sesame tetapi menemukan cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu bagi sesame,namun kita sadari perlu “hening-doa”. Supaya pelayananku sungguh merupakan buah-buah kontemplasi dan doa.
Jadi menurut Merton, dalam kenyataan orang takut berada dalan “ke-sendiri-an”. Orang taku berada dalam diri sediri bersama Tuhan “alone with God”. Namun jika sedang menari keheningan kita mau semakin intim dalam keheningan bersama cinta Tuhan dan semakin mengasihi sesame. Dua aspek ini saling terkait satu sama lain. Sering seseorang mengatakan cinta terhadap sesame dengan melakukan banyak hal, namun tanpa disadari motivasi di baliknya adalah demi kepentingan diri sendiri atau atas dasar senang atau tidak senang.
Dalam hal ini keheningan membantu seseorang untuk memurnikan relasinya dengan sesame, atau seperti yang telah dikatakan Thomas Merton, menemukan cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu bagi sesame. Dengan kata lain, keheningan yang kita usahakan yaitu supaya kita semakin diampukan untuk mencintai Tuhan dan sesame (entah di keluarga, tempat kerja, komunitas, dst.).

Keheningan “tata batin”
Keheningan dalam arti internal mengandung arti pada keheningan bati. Maka dari itu kalau kita mengalami keheningan batin, akan merasakan pengalaman damai dan ketenangan batin didalam Tuhan. Pengalaman kedamaian itu berasal dan bersumber dari Allah yang memberikan cintaNya kepada kita. Oleh sebab itu keheningan “tata batin” pertama-tama adalah sebuah rahmat. Dan karena merupakan rahmat, maka rahmat yang telah diperoleh akan dibagikan kepada sesama.
Dalam hal ini, kita bisa belajar dari Tuhan Yesus ‘pagi-pagi buta Ia pergi ke tempat sunyi dan berdoa di sana’ (Mark. 1:35). Di satu pihak rahmat perlu diusahakan dan di lain pihak semata-mata tergantung pada kemurahan Tuhan (Mat. 11:28-29, cf. Mat 10:8b). dengan kata lain pengalaman keheningan sebagai rahmat, akan menghasilkan buah-buah keheningan tampak dalam ‘karya, dan dalam cara berkomunikasi, dst.’. semakin hati kita hening, akan semakin ‘bermutu’ panggilan hidup kita (dalam relasi, kerja, komunikasi, dst.’. inti sederhana dari latihan silensium sebenarnya, supaya kita dimampukan untuk ‘membaca’ ziarah-ziarah perjalanan iman kita kepada dan bersama Tuhan.

alam semesta...

bandungan.blog.desb.2010

Indah gemerlap..lampu..di malam hari…
Rasa takut dalam kegelapan, pudar dengan secercah cahaya ..
Alam semesta, indah, tiada duanya
Aneka kehidupan, aneka macam ciptaan Nya
Semua untuk kemuliaan Allah
Sarana tempat hidup manusia dalam memuliakan Allah
Tuhan yang mahakuasa, penguasa alam semesta
Kehidupan dunia, tempat hidup berkembang manusia, citra Allah
Yang menyenangkan, namun kadang menjadikan manusia tenggelam
Terlena, hanyut di dalam kehidupan dunia yang gemerlap, menjanjikan
Namun Tuhan sang penguasa alam semesta
Tetap setia sampai akhir zaman, setia tiada batas..
Memberikan berkat dan rahmat Nya untuk manusia ciptaan Nya
Puji Tuhan, Alleluya…

alangkah bahagia...

bandungan.blog.desb.2010
Saudara-saudara, sebenarnya kamu harus bersuka hati, bila turut memikul sebagian dari penderitaan Kristus, sebab dengan demikian kamupun akan turut bersukacita, bila Kristus akan tampak dalam kemuliaan-Nya. Alangkah bahagia kamu, kalau dicaci maki karena menjadi pengikut Kristus; sebab dengan demikian Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu (1 Petrus 4:13-14).

martir...

bandungan.blod.desb.2010

Kawan sekalian mari melambungkan
Nyanyian pujian untuk memulyakan
Angkatan pahlawan yang tak terkalahkan
Rela mati demi Tuhan

Mereka dihina dibenci dunia
Akhirnya disiksa hingga tak bernyawa
Namun sesungguhnya mereka berjaya
Hidup mulya selamanya

Sungguh mengagumkan semangat pahlawan
Yang tak tergoncangkan ditengah siksaan
Dimana gerangan sumber ketabahan
Jika bukan dalam Tuhan

Terpujilah Bapa Allah mahaesa
Terpujilah Putra penebus dunia
Yang mengutus Roh Nya di tengah Gereja
Untuk selama-lamanya. Amin.

bermadah..

bandungan.blog.desb.2010.Bermadahlah kita meluhurkan Tuhan, sorakkan: Alleluya
Pujilah martir-Nya yang gagah perkasa, sorakkan: Alleluya
Direlakannya jiwa raganya demi imannya yang kudus.

Berjayalah kini engkau dalam surga, sorakkan: Alleluya
Mendapat ganjaran mahkota abadi, sorakkan: Alleluya
Mohonkan kami rahmat ilahi, setia pada Sang Raja. (PS. 643)

sabar...

bandungan.blog.desb.2010.Suatu peristiwa, ada orang berkata dan berbisik kepadaku, “Ya…sing sabar…”, selanjutnya berkata lagi, “sing sabar ya…”, setelah memberikan banyak nasehat kepadaku, orang tersebut berkata, “ latihan sabar ya…”. Sebuah rangkaian kata, kalimat yang mengandung satu makna, yaitu: SABAR. Disamping itu, dalam refleksi sebuah peristiwa, dalam diri batinku berkata: “aku meski belajar sabar…”, “aku perlu sabar…”, dan refleksi selanjutnya, diriku berkata: “ternyata sabar tidak mudah, tapi aku harus berjuang nggak boleh putus harapan…”, “aku nggak boleh kehilangan kesabaran…”. Untuk memahami, mengerti makna arti SABAR adalah tidak mudah. Suatu saat mendambakan sebagai manusia yang sabar, tetapi ketika dibenturkan, atau sedang mengalami peristiwa yang menuntut sabar, gejolak batin manusia berbeda, yaitu tidak sabar. Sabar, kesabaran, perlu proses, dan proses manusiawi, perlu latihan, perlu pengolahan batin yang mendalam dan serius. Sebuah proses yang memerlukan waktu, perjuangan, niat, ketekunan, ketabahan, ke telaten an…ibarat sang juara bulu tangkis. Untuk menjadi juara bulu tangkis, dicapai melalui berbagai proses, perlu waktu. Menjadi juara, diperlukan, latihan rutin, terus menerus; bertanding terus menerus, kadang kalah, terus berlatih dan terus berlatih tidak berhenti. Aneka fasilitas, biaya diperlukan untuk menjadi bintang, menjadi juara…demikian juga dengan mencapai SABAR. Tuhan memberkati.

mengutus...

bandungan.blog.desb.2010.Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar. Ia memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh roh jahat, dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat, rotipun jangan, bekalpun jangan, uang dalam ikat pinggangpun jangan, boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju. Kata-Nya selanjutnya kepada mereka; kalau disuatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah disitu sampai kamu berangkat dari tempat itu; dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka. Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka…(Mat.6:6-13)

bersoraklah...

bandungan.blog.desb.2010.Bersoraklah umat Kristus, karna orang kudus-Nya. Abdi Allah yang setia menggandakan talenta. Bila tiba akhir hayat, Raja Surga kan bersabda; Mari hamba masuklah ke tempat bahagia. Mari hamba, masuklah ke tempat bahagia.
Kau relakan jiwa raga demi Allah yang esa; kau berjuang pantang mundur tiap saat dan tempat; engkau siap siang malam melakukan titah Tuhan. Mari bamba, masuklah ke tempat bahagia. Maria hamba, masuklah ke tempat bahagia. (PS 642)

syukur

bandungan.blog.desb.2010.Segala sesuatu, segala hal adalah rahmat Allah, karunia Allah yang dicurahkan, diberikan kepada manusia sebagai umat, ciptaan-Nya. Syukur atas banyak hal yang dapat kita sadari, kurang kita sadari. Syukur atas:
• Kehidupan
• Kesehatan
• Keindahan alam
• Makanan yang enak, nyaman, sehat
• Persaudaraan
• Pendidikan, pendampingan dari semua pihak
• Cinta, sayang dari orang tua, guru, teman, sanak saudara, handai taulan
• Pengalaman yang indah, kurang menarik
• Kesakitan, kesembuhan
• Segala hal yang kurang dimengerti, kurang dipahami….
Segala hal dipersembahkan, demi kemuliaan Allah, sang pencipta, Allah yang mahakuasa, penguasa alam semesta, jagad dan segala isinya….